Jumat, 29 Mei 2015

TATA TEMPAT DI IBUKOTA NEGARA BERDASARKAN UU KEPROTOKOLAN RI (Pasal 9)




Oleh: TEGUH WIJAYANTO

TATA TEMPAT DI IBUKOTA NEGARA BERDASARKAN UU KEPROTOKOLAN RI (Pasal 9)
a.Presiden Republik Indonesia;
b.Wakil Presiden Republik Indonesia;
c.Mantan Presiden dan Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia,
d.Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;
e.Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia;
f.Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia;
g.Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia;
h.Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia;
i.Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia;
j.Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia;
k.Perintis pergerakan kebangsaan/kemerdekaan;
l.Duta Besar/Kepala Perwakilan Negara Asing dan Organisasi Internasional;
m.Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Komisi Pemilihan Umum; Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, Wakil Ketua Mahkamah Agung, Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, dan Wakil Ketua Komisi Yudisial;
Menteri, pejabat setingkat menteri, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah republik Indonesia, serta Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia;
o.Kepala Staf Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara Tentara Nasional Indonesia;
p.Pemimpin Partai Politik yang memiliki wakil di Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia;
q.Anggota Badan Pemeriksa Keuangan RI, Ketua Mudan dan Hakim Agung Mahkamah Agung RI, Hakim Mahkamah Konstitusi RI dan anggota Komisi Yudisial RI;
r.Pemimpin lembaga negara yang ditetapkan sebagai pejabat negara, pemimpin lembaga negara lainnya yang ditetapkan dengan undang-undang, Deputi Gubernur Senior dan Deputi Gubernur Bank Indonesia, serta Wakil ketua Badan Penyelenggara Pemilihan Umum;
s.Gubernur Kepala Daerah;
t.Pemilik Tanda jasa dan tanda kehormatan tertentu;
u.Pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian, Wakil menteri, Wakil Kepala Staf Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara TNI, Wakil Kepala Kepolisian Negara RI, Wakil jaksa Agung RI, Wakil Gubernur, Ketua DPRD provinsi, Pejabat eseslon I atau yang disetarakan;
v.Bupati/Walikota dan Ketua DPRD Kabupaten/Kota;
w.Pimpinan tertinggi representasi organisasi keagamaan tingkat nasional yang secara faktual diakui keberadaannya oleh pemerintah dan masyarakat.

Pasal 10 (1)
Tata Tempat dalam Acara Resmi di provinsi ditentukan dengan urutan:
a.gubernur;
b.wakil gubernur;
c.mantan gubernur dan mantan wakil gubernur;
d.Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi atau nama lainnya;
e.kepala perwakilan konsuler negara asing di daerah;
f.Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi atau nama lainnya;
g.sekretaris daerah, panglima/komandan tertinggi Tentara Nasional Indonesia semua angkatan, kepala kepolisian, ketua pengadilan tinggi semua badan peradilan, dan kepala kejaksaan tinggi di provinsi;
h.pemimpin partai politik di provinsi yang memiliki wakil di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi;
i.anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi atau nama lainnya, anggota Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh dan anggota Majelis Rakyat Papua;
j.bupati/walikota;
k.Kepala Kantor Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan di daerah, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia di daerah, ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah;
l.pemuka agama, pemuka adat, dan Tokoh Masyarakat Tertentu tingkat provinsi;
m.Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota;
n.wakil bupati/wakil walikota dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota;
o.anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota;
p.asisten sekretaris daerah provinsi, kepala dinas tingkat provinsi, kepala kantor instansi vertikal di provinsi, kepala badan provinsi, dan pejabat eselon II; dan
q.kepala bagian pemerintah daerah provinsi dan pejabat eselon III.

Kamis, 28 Mei 2015

PEDOMAN UMUM UPACARA-KEPROTOKOLAN



Koko Prianto
12.073045.2110.0042


PEDOMAN UMUM UPACARA
Meliputi kelengkapan upacara, perlengkapan upacara, dan langkah persiapan. Pelaksanaan Upacara dituangkan dalam bentuk Juklak Upacara yang mencerminkan Siapa harus berbuat Apa dan Kapan ia harus berbuat Kolom-kolom dalam juklak upacara terdiri atas, nomor, jam, acara uraian pembawa acara, kegiatan dan keterangan pelaksanaan.


PENGERTIAN MENGENAI KELENGKAPAN DAN PERLENGKAPAN UPACARA.
1. Kelengkapan Upacara antara lain terdiri dari : Inspektur Upacara sebutan bagi pembina upacara, Komandan Upacara sebutan bagi Pemimpin Upacara, Penanggung Jawab upacara sebutan bagi perwira
upacara, peserta upacara sebutan bagi kesatuan –kesatuan upacara , pembawa naskah, pembaca naskah, dan pembawa acara sebutan bagi Announcer.
2. Perlengkapan Upacara yaitu segala sesuatu yang berkenaan dengan peralatan dengan mendukung upacara, antara lain Tiang Bendera dengan tali, bendera kebangsaan, mimbar upacara, dan sebaginya. Penjelasan Pasal 16 ayat (1) PP No. 62 Tahun 1990.


LANGKAH-LANGKAH PERSIAPAN
1. Menyusun acara (acara di dalam/diluar ruangan).
2. Menyusun tata ruang (lay Out)
3. Pengaturan tempat (Seating Arranggement).
4. Menetapkan jenis atau macam pakaian yang harus dipakai bagi sipil,
TNI, Polri, Ibu-ibu.
2. Membuat juklak upacara didalamnya tercermin siapa harus berbuat
pada dan kapan ia harus berbuat dimuat dalam kolom juklak.


TATA BENDERA NEGARA
1. Bendera NKRI selanjutnya disebut Bendera Negara
adalah Sang Merah Putih (pasal 1 (1) UU no.24 Tahun 2009;
2. Penggunaan Bendera Kebangsaan (BK) harus selaras dengan
kedudukannya sebagai lambang kedulatan NKRI;
3. Bendera Negara untuk dilapangan umum
Berukuran 120x180 cm (pasal 4 (3)UU No. 24 Tahun 2009);
4. Pengibaran Bendera Negara dilakukan pada waktu
antara matahari terbit hingga terbenam;
5. Dalam hal bendera negara sebagai tanda berkabung
bersamaan dengan pengibaran dalam rangka peringatan hari-hari
besar nasional, maka kedua bendera negara dikibarkan
berdampingan sebelah kiri dipasang setengah tiang dan sebelah kanan
dipasang penuh (pasal 12 (11) UU No. 24 Tahun 2009);
6. Pada waktu penaikan dan penurunan bendera
negara, semua orang yang hadir memberi hormat dengan berdiri
26
tegak dan khidmat sambil menghadapkan muka pada bendera negara
sampai penarikan, penurunan bendera negara selesai(pasal 15 ayat
(1)Nomor 24 Tahun 2009);
7. Penaikan/Penurunan Bendera Negara dapat diiringi lagu
Kebangsaan Indonesia Raya (pasal 15 ayat (2) UU No. 24 Tahun
2009);
TATA LAGU KEBANGSAAN
1. Lagu kebangsaan NKRI selanjutnya disebut lagu Kebangsaan adalah Indonesia Raya (pasal 1 ayat (3) UU No. 24 Tahun 2009);
2. Lagu kebangsaan wajib diperdengarkan dan/atau dinyanyikan untuk menghormati bendera negara pada waktu pengibaran/penurunan bendera negara yang diadakan dalam upacara (pasal 59 ayat (3) UU No. 24 Tahun 2009);
3. Setiap orang yang hadir pada saat lagu kebangsaan diperdengarkan dan/atau wajib dinyanyikan, wajib berdiri tegak dengan sikap hormat (pasal62 UU No.24 Tahun 2009);
4. Pada waktu mengiringi pengibaran/penurunan bendera negara tidak dibenarkan dengan menggunakan musik dari Tape Rekorder atau piringan (pasal 21 huruf d PP No. 62 Tahun 1990);
C. TATA PENGHORMATAN
Pasal 31 UU. 9 Tahun 2010
(1) Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional, serta Tokoh Masyarakat Tertentu dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi mendapat penghormatan.
(2) Penghormatan sebagaimana dimaksud pada (1) meliputi :
a. penghormatan dengan bendera Negara;
b. penghormatan dengan lagu kebangsaan; dan/atau
c. bentuk penghormatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Tata penghormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan.
27
Aturan untuk melaksanakan pemberian hormat bagi pejabat Negara, pejabat pemerintah, dan tokoh masyarakat tertentu dalam acara kenegaraan atau acara resmi, (pasal 1 ayat (8) PP No.62 Tahun 1990).
HAK PENGHORMATAN
Pejabat Negara, pejabat pemerintah dan tokoh masyarakat tertentu mendapat penghormatan dan perlakuan sesuai dengan kedudukannya dan harus diberikan agar dapat melaksanakan tugas secara lebih berhasilguna dan berdayaguna.
PENGHORMATAN JENAZAH
(Berkabung/Bendera Negara dikibarkan setengah tiang)
1. Tujuh hari bagi presiden, dan wakil presiden, mantan presiden/wakil presiden (berkabung di seluruh Wilayah NKRI);
2. Dua hari bagi pimpinan lembaga negara, Menteri/setingkat Menteri (berkabnung terbatas pada Gedung/Kantor pejabat yang bersangkutan).
3. Satu hari bagi anggota lembaga negara, kepala daerah, Pimpinan DPRD (berkabung terbatas pada Gedung/Kantor pejabat yang bersangkutan ).
Pasal 12 UU Nomor 24 Tahun 2009.
Penggunaan Lambang-lambang kehormatan NKRI harus selaras dengan kedudukannya sebagai tanda kehormatan /kedaulan NKRI (PP No. 40, 43 dan 44 Tahun 1958 dan UU No 24 Tahun 2009).
Penghormatan berupa bantuan sarana, pemberian perlindungan, ketertiban dan keamanan.
Penghormatan berupa bantuan sarana, pemberian perlindungan, ketertiban dan keamanan yang diperlukan dalam melaksanakan acara/tugas diberikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku baginya dengan tidak menimbulkan sifat berlebihan.
d. TAMU NEGARA, TAMU PEMERINTAH, DAN/ATAU
TAMU LEMBAGA NEGARA LAINNYA

Pasal 32 UU. 9 Tahun 2010
Tamu Negara, tamu pemerintah, dan/atau tamu kenbaga Negara lain yang berkunjung ke Negara Indonesia mendapat pengaturan keprotokolan
28
Pasal 33 UU. 9 Tahun 2010
(1) Tamu Negara terdiri atas presiden, raja, kaisar, ratu, yang dipertuan agung, paus, gubernur jenderal, wakil presiden, perdana menteri, kanselir, dan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa.
(2) Tamu pemerintah dan/atau tamu lembaga Negara lainnya dapat terdiri atas pejabat tinggi lembaga Negara asing lain, mantan kepala Negara asing lain, mantan kepala Negara/pemerintahan atau wakilnya, wakil perdana menteri, menteri atau setingkat menteri, dan tokoh masyarakat asing/internasional tertentu lain yang akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Kunjungan Tamu Negara sebagaiman dimaksud pada ayat (1) dapat berupa :
a. kunjungan kenegaraan;
b. kunjungan resmi;
c. kunjungan kerja; atau
d. kunjungan pribadi.
Pasal 34 UU. 9 Tahun 2010
Ketentuan lebih mengenai pengaturan keprotokolan terhadap Tamu Negara,
tamu pemerintah, dan/atau tamu lembaga Negara lain diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

KEPROTOKOLAN



Oleh : Mochammad Evan Kurniawan
NPM: 12.073045.2110.0052

A. RUANG LINGKUP PROTOKOL
a. Penghormatan kedudukan, kebangsaan dan penghormatan terhadap jenazah.
b. Perlakuan terhadap lambang kehormatan NKRI, pejabat negara, pejabat pemerintah dan tokoh masyarakat tertentu
c. Pengaturan kunjungan dan upacara dalam acara kenegaraan dan acara resmi.

B PROTOKOLER
a. Suatu julukan yang bersifat filosofi terhadap seseorang yang menerima hak protokoler serta melaksanakan ketentuan keprotokolan sebagaimana mestinya dan
b. Julukan terhadap sesuatu kegiatan yang mengaplikasikan ketentuan-ketentuan keprotokolan yang meliputi aturan mengenai tata tempat, tata upacara dan tata penghormatan

C. KEDUDUKAN PROTOKOLER
Menurut Pasal 1 (6) PP No. 24 Th 2004):
“Kedudukan yang diberikan kepada seseorang untuk mendapatkan penghormatan, perlakuan dan tata tempat dalam acara resmi dan pertemuan resmi”.

D. HAK PROTOKOLER
Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003: “Hak seseorang untuk memperoleh penghormatan
berkenaan dengan jabatannya dalam acara kenegaraan atau acara resmi maupun dalam melaksanakan tugasnya”.

E. KEPROTOKOLAN SARAT DENGAN PENGATURAN
a. Apa/siapa yang diatur?
• Lambang Kehormatan NKRI
• Pejabat negara, pejabat pemerintah, dan tokoh masyarakat tertentu.
b. Kenapa harus diatur?
• Terhadap PN, PP, TOMATSU untuk menciptakan ketertiban, memelihara kehormatan diri dan kedudukan, efektif, efisien, dan
• Terhadap LK NKRI agar selaras dengan kedudukannya sebagai lambang kedaulatan, tanda kehormatan dan simbol-simbol negara 
c. Siapa yang mengatur?
• Pemimpin dengan otoritasnya
• Pejabat protokol yang kompeten (protokol profesi dan fungsi)
d. Bagaimana cara mengaturnya?
• Tata cara (tertib, khidmat, nuansa keagungan, tindakan sesuai aturan.
• Tata krama (etiket dalam pengaturan, pelayanan, dan ungkapan).
• Aplikasi regulasi (domain dan related dengan keprotokolan).
e. Dimana harus diatur?
• Acara kenegaraan
• Acara resmi
• Pertemuan resmi
• Kunjungan (state visit, official visit dan kunjungan kerja).
• Audiensi dan penerimaan tamu
• Acara perjamuan